Homicide - Boombox Monger
jika konsumen adalah raja maka industri adalah Kasparov
dan setiap vanguard lapangan tak lebih Lenin dari Ulyanov
mencari poros molotov
yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros
senyawa dari nyawa kreator dan sendawa para insureksionis berkosmos
ruang diluar buruh dan boss, dan kertas Pemilu yang kau coblos
dimana komrad ku mengganti logos dan kamus dengan batu Sisifus
memutus selang infus negara dan institusi sampai mampus
pada lahan bertendensi kooptasi Sony dan MTV dan para radio penyedot phallus
fasis bertitah 'harus', mengayunkan pedang pada sayap setiap Ikarus
dengan hirarki dalam modus operandi layak Kopassus
microphone bagi kami adalah pemisah kalam dengan pembebasan yang mengkhianati
milisi tanpa seragam koloni, hiphop philantrophy seperti Upski
resureksi boombox yang sama pada Madison Park awal delapan puluhan
membawa ribuan playlist dari Chiapas, Kosovo dan Jalur Gaza
Seattle dan Praha, Checnya, Genoa, Yerusalem, Dili dan Tripoli
untuk api militansi aktivisme yang meredup pasca molotov terakhir terlempar di Semanggi
obituari dari lini terdepan milisi pada garis batas demarkasi
jelaga resistansi lulabi penghitam langit tanpa teritori
logika tanpa kuasa perwakilan yang layak dikremasi
ketika senjata bermediasi, ketika ekonomi dan valas berubah sosok menjadi tirani
jelajahi setiap kemungkinan dengan kain kafan modernisasi
prosa beraliansi dengan
dekonstruksi surga-neraka rakitan, militansi tanpa puritan
Verbal Homicide, Rock-Steady Bakunin, MC Klandestin
pada peta sirkuit boombox para B-boy kami adalah Fretilin dalam kacamata Bakin /
Makhnovist yang melukis realisme sosialis diatas kanvas Dada
Post-Mortem Hip-Hop takkan pernah berkaca bersama Fukuyama
dialektika kami tanpa radio dan visualisasi anti-HBO
tanpa agenda politik partai yang membuat Mussolini membantai D'Annunzio
juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama
kooptasi kultur tandingan yang berunding dalam gedung parlemen Partai Komunis Cina
yang mereproduksi Walter Benjamin ke tangan setiap seniman Keynesian
yang mensponsori festival insureksi dengan molotov cap Proletarian®
instruksi harian dalam mekanisme kontrol pergulatan menuju amnesia
lupakan Colombus, karena Bush dan Nike® telah menemukan Amerika®
inkuisisi mikrofonik dalam kuasa estetika
yang merevolusikan pola konsumsi menjadi intelektualisme organik seperti Gramsci
ekonomi membuat kami mendefinisikan otonomi pada mesin foto kopi
rima anti-otoritarian memandikan bangkai Hiphop® yang tak pernah kau otopsi
membaca peta kekuasaan seperti KRS-ONE dan MC Shan
sambil meludahi modernitas seperti Foucault diatas neraka Panopticon
ketika Moralitas® telah berubah menjadi candu seperti Marxisme® dan Agama®
maka MC mengambil mikrofon dan melahirkan tragedi dari puncak Valhalla
karena Ardan® dan kalian hanya akan melahirkan kombinasi busuk seperti Iwan
dan Djody, dikotomi antara Farakhan, Amrozy, dan Nazi
bongkar paksa setiap parodi labirin eforia sensasional Harry Roesli
B-boy semiotika artifak simultan antara ekstasi dan revolusi
setiap properti privat adalah galeri dan merubah eksistensi
menjadi pertahanan paling ofensif para Darwinis yang menolak menjadi partisan /
Saya teringat saat awal 80-an, entah tahun berapa tepatnya, didekat sebuah SD Inpres dekat rumah terdapat sebuah lapangan volley dimana setiap sore diadakan acara breakdance yang selalu saya tonton sebelum saya pulang sekolah. Saya tak pernah bisa breakdance dan memilih untuk duduk dipojok dekat sebuah tape besar yang memasok ritme bagi mereka yang berpartisipasi di atas lembaran kertas kardus. Saya selalu ingin memiliki tape jenis itu, yang tak pernah saya dapatkan hingga setahun kemudian, justru saat demam breakdance sudah mulai habis, ketika ayah saya pulang dari pasar loak di Cihapit membelikan sebuah boombox sebesar jendela dan sebuah soundtrack film Tari Kejang sebagai hadiah ulang tahun. Saya sangat bangga dengan boombox itu terlebih ketika melihat boombox yang hampir mirip dipakai LL.Cool.J untuk sampul album pertamanya, 'Radio, hingga hampir setiap hari saya bawa kemanapun saya bermain, meski tanpa baterai sekalipun. Dan memang demam breakdance melenyap, karena 'era'-nya sudah lewat dan 'Jack The Ripper', 'King of Rock' dan 'Rebel Without A Pause' pun tidak cocok untuk breakdance dan boombox itu berubah fungsi menjadi sebuah tanda tak langsung untuk mengatakan bahwa lagu yang diputar teman tetangga saya sucks. Wham sucks, Lionel Richie sucks. Memasang musik hingga indikator volume memerah. Dua dasawarsa telah lewat, boombox itu telah rusak dihajar umur. Namun kami besar bersama hiphop yang sama yang pernah diputar di tape itu. Hiphop yang notabene sebuah kultur asing yang kami tak memiliki tradisinya, bukan wayang golek dan bukan kecapi suling. Hiphop yang sama yang mengenalkan kami dengan sebuah semangat menghajar kebosanan dan cara-cara verbal dan fisik menampar status quo dan sekaligus sebuah rasa cinta pada kehidupan. Hiphop yang bukan 'bling-bling' yang kami dengar di radio akhir-akhir ini dan yang berotasi di MTV Non Stop Hits. Ini semua membuat kami berandai-andai membayangkan jika seorang B-boy menenteng boombox, lagu apa yang akan mereka putar supaya dapat mewakili mereka merepresentasikan identitas mereka, album apa yang layak diputar sebagai soundtrack keseharian mereka sehingga dapat berbagi semangat dan perasaan pada setiap kawan yang mereka jumpai sekaligus seolah menampar setiap tikus-tikus konservatif yang mencoba menyuruh mereka mematikan boombox tersebut. Kemudian bayangkan kata 'B-boy' digantikan dengan 'setiap orang', jika memang benar konon 'setiap orang' memiliki hasrat. Hasrat yang sama yang kami rasakan hari ini ketika kami menginginkan sesuatu. Sesuatu yang bukan bagian dari sebuah dunia lama yang usang, status quo yang menghalangi kami mendapatkan hasrat. Hasrat untuk lepas dari tirani ekonomi, hasrat untuk lepas dari kontrol, lepas dari imbas kebijakan para segelintir elit dan opresi otoritas, lepas dari kewajiban sok moralis, dari ketakutan terhadap bom yang setiap saat dapat meledak didepan teman dan keluarga kami, lepas dari usaha-usaha penyeragaman dunia, dari kontrol dan imbas manusia-manusia yang berlomba berkompetisi untuk mengejar hasrat-hasrat mereka, dari hegemoni negara dan korporasi, lepas dari kooptasi para mencret-mencret dasamuka bisnis untuk kemudian membayangkan setiap orang bekerjasama, berko-operasi untuk setiap kebutuhan dan hasrat mereka. Sebut itu utopia. Namun yang pasti hasrat itu kali ini harus kami capai bukan dengan sekedar duduk dan menunggu karena saya yakin ia tak akan pernah datang dalam bentuk kado ulang tahun. Now I got the brand new box and i'm about to pass it. Make sure everything remains raw then gimme ya playlist.
jika konsumen adalah raja maka industri adalah Kasparov
dan setiap vanguard lapangan tak lebih Lenin dari Ulyanov
mencari poros molotov
yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros
senyawa dari nyawa kreator dan sendawa para insureksionis berkosmos
ruang diluar buruh dan boss, dan kertas Pemilu yang kau coblos
dimana komrad ku mengganti logos dan kamus dengan batu Sisifus
memutus selang infus negara dan institusi sampai mampus
pada lahan bertendensi kooptasi Sony dan MTV dan para radio penyedot phallus
fasis bertitah 'harus', mengayunkan pedang pada sayap setiap Ikarus
dengan hirarki dalam modus operandi layak Kopassus
microphone bagi kami adalah pemisah kalam dengan pembebasan yang mengkhianati
milisi tanpa seragam koloni, hiphop philantrophy seperti Upski
resureksi boombox yang sama pada Madison Park awal delapan puluhan
membawa ribuan playlist dari Chiapas, Kosovo dan Jalur Gaza
Seattle dan Praha, Checnya, Genoa, Yerusalem, Dili dan Tripoli
untuk api militansi aktivisme yang meredup pasca molotov terakhir terlempar di Semanggi
obituari dari lini terdepan milisi pada garis batas demarkasi
jelaga resistansi lulabi penghitam langit tanpa teritori
logika tanpa kuasa perwakilan yang layak dikremasi
ketika senjata bermediasi, ketika ekonomi dan valas berubah sosok menjadi tirani
jelajahi setiap kemungkinan dengan kain kafan modernisasi
prosa beraliansi dengan
dekonstruksi surga-neraka rakitan, militansi tanpa puritan
Verbal Homicide, Rock-Steady Bakunin, MC Klandestin
pada peta sirkuit boombox para B-boy kami adalah Fretilin dalam kacamata Bakin /
Makhnovist yang melukis realisme sosialis diatas kanvas Dada
Post-Mortem Hip-Hop takkan pernah berkaca bersama Fukuyama
dialektika kami tanpa radio dan visualisasi anti-HBO
tanpa agenda politik partai yang membuat Mussolini membantai D'Annunzio
juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama
kooptasi kultur tandingan yang berunding dalam gedung parlemen Partai Komunis Cina
yang mereproduksi Walter Benjamin ke tangan setiap seniman Keynesian
yang mensponsori festival insureksi dengan molotov cap Proletarian®
instruksi harian dalam mekanisme kontrol pergulatan menuju amnesia
lupakan Colombus, karena Bush dan Nike® telah menemukan Amerika®
inkuisisi mikrofonik dalam kuasa estetika
yang merevolusikan pola konsumsi menjadi intelektualisme organik seperti Gramsci
ekonomi membuat kami mendefinisikan otonomi pada mesin foto kopi
rima anti-otoritarian memandikan bangkai Hiphop® yang tak pernah kau otopsi
membaca peta kekuasaan seperti KRS-ONE dan MC Shan
sambil meludahi modernitas seperti Foucault diatas neraka Panopticon
ketika Moralitas® telah berubah menjadi candu seperti Marxisme® dan Agama®
maka MC mengambil mikrofon dan melahirkan tragedi dari puncak Valhalla
karena Ardan® dan kalian hanya akan melahirkan kombinasi busuk seperti Iwan
dan Djody, dikotomi antara Farakhan, Amrozy, dan Nazi
bongkar paksa setiap parodi labirin eforia sensasional Harry Roesli
B-boy semiotika artifak simultan antara ekstasi dan revolusi
setiap properti privat adalah galeri dan merubah eksistensi
menjadi pertahanan paling ofensif para Darwinis yang menolak menjadi partisan /
Saya teringat saat awal 80-an, entah tahun berapa tepatnya, didekat sebuah SD Inpres dekat rumah terdapat sebuah lapangan volley dimana setiap sore diadakan acara breakdance yang selalu saya tonton sebelum saya pulang sekolah. Saya tak pernah bisa breakdance dan memilih untuk duduk dipojok dekat sebuah tape besar yang memasok ritme bagi mereka yang berpartisipasi di atas lembaran kertas kardus. Saya selalu ingin memiliki tape jenis itu, yang tak pernah saya dapatkan hingga setahun kemudian, justru saat demam breakdance sudah mulai habis, ketika ayah saya pulang dari pasar loak di Cihapit membelikan sebuah boombox sebesar jendela dan sebuah soundtrack film Tari Kejang sebagai hadiah ulang tahun. Saya sangat bangga dengan boombox itu terlebih ketika melihat boombox yang hampir mirip dipakai LL.Cool.J untuk sampul album pertamanya, 'Radio, hingga hampir setiap hari saya bawa kemanapun saya bermain, meski tanpa baterai sekalipun. Dan memang demam breakdance melenyap, karena 'era'-nya sudah lewat dan 'Jack The Ripper', 'King of Rock' dan 'Rebel Without A Pause' pun tidak cocok untuk breakdance dan boombox itu berubah fungsi menjadi sebuah tanda tak langsung untuk mengatakan bahwa lagu yang diputar teman tetangga saya sucks. Wham sucks, Lionel Richie sucks. Memasang musik hingga indikator volume memerah. Dua dasawarsa telah lewat, boombox itu telah rusak dihajar umur. Namun kami besar bersama hiphop yang sama yang pernah diputar di tape itu. Hiphop yang notabene sebuah kultur asing yang kami tak memiliki tradisinya, bukan wayang golek dan bukan kecapi suling. Hiphop yang sama yang mengenalkan kami dengan sebuah semangat menghajar kebosanan dan cara-cara verbal dan fisik menampar status quo dan sekaligus sebuah rasa cinta pada kehidupan. Hiphop yang bukan 'bling-bling' yang kami dengar di radio akhir-akhir ini dan yang berotasi di MTV Non Stop Hits. Ini semua membuat kami berandai-andai membayangkan jika seorang B-boy menenteng boombox, lagu apa yang akan mereka putar supaya dapat mewakili mereka merepresentasikan identitas mereka, album apa yang layak diputar sebagai soundtrack keseharian mereka sehingga dapat berbagi semangat dan perasaan pada setiap kawan yang mereka jumpai sekaligus seolah menampar setiap tikus-tikus konservatif yang mencoba menyuruh mereka mematikan boombox tersebut. Kemudian bayangkan kata 'B-boy' digantikan dengan 'setiap orang', jika memang benar konon 'setiap orang' memiliki hasrat. Hasrat yang sama yang kami rasakan hari ini ketika kami menginginkan sesuatu. Sesuatu yang bukan bagian dari sebuah dunia lama yang usang, status quo yang menghalangi kami mendapatkan hasrat. Hasrat untuk lepas dari tirani ekonomi, hasrat untuk lepas dari kontrol, lepas dari imbas kebijakan para segelintir elit dan opresi otoritas, lepas dari kewajiban sok moralis, dari ketakutan terhadap bom yang setiap saat dapat meledak didepan teman dan keluarga kami, lepas dari usaha-usaha penyeragaman dunia, dari kontrol dan imbas manusia-manusia yang berlomba berkompetisi untuk mengejar hasrat-hasrat mereka, dari hegemoni negara dan korporasi, lepas dari kooptasi para mencret-mencret dasamuka bisnis untuk kemudian membayangkan setiap orang bekerjasama, berko-operasi untuk setiap kebutuhan dan hasrat mereka. Sebut itu utopia. Namun yang pasti hasrat itu kali ini harus kami capai bukan dengan sekedar duduk dan menunggu karena saya yakin ia tak akan pernah datang dalam bentuk kado ulang tahun. Now I got the brand new box and i'm about to pass it. Make sure everything remains raw then gimme ya playlist.
0 komentar:
Posting Komentar